"Keroncong musik dimasa perjuangan kemerdekaan. Keroncong juga berisi nilai-nilai budi pekerti, cinta Tanah Air, sosial, dan budaya bangsa kita. Menjadikan penggemarnya memiliki jiwa idealis dan nasionalis. Tetapi sebagai musik, keroncong sungguh sebuah seni yang tinggi dan perlu dipelajari generasi muda. ( Rg Bagus Warsono)
Dian Mita Kurniasari Bintang Keroncong Terkini
Namaku Dian Mita Kurniasari Ku kerap di panggil Mita atau Dian Mita.. aku masih duduk di bangku SMA kelas 12 di SMA N 1 Sukoharjo. aku punya hobi nyanyi sejak aku duduk di bangku kelas 5 SD s/d sekarang, awalnya aku mauk dalam suatu bimbigan vokal di solo, kemudian aku sering mengikuti lomba pop dan mandarin alhamdulillah hasilnya aku kerap mendapatkan juara 1 dan aku kerap sekali disbut oleh teman2ku si pemburu piala.hahah tapi itu membuatku senang. waktu awal aku masuk SMP yaitu di SMP N 1 Sukoharjo aku mengikuti lomba pop dan aku menjadi juara 1 untuk kategori umum, setelah itu aku malam di telp. oleh ibu Hj.Waldjinah untuk belajar kerroncong barangkali aku punya bakat di bidang keroncong. setelah aku beberapakali aku langsung ditunjuk untuk mewakili sekarisidenan surakarta untuk mengikuti lomba di Semarang, disana adalah awal aku mengikuti lomba tk. Jateng..ya alhamdulillah untuk awal dalam keroncong mita meraih juara 3, kemudian tahun berikutnya pun mita mengikutinya lagi alhamdulilah mita juara 2 kemudian mita mencoba kembali dan hasilnya pun tak mengecewakan mita menjadi juara pertama remaja putri lomba ini di selenggarakan oleh PP PLRI Semarang dan setelah itu mita kelas 3 mita mewakili kota tempat tinggal mita yaitu Wonogiri, mita berangkat ke jakarta untuk mengikuti lomba vokal keroncong se-jawa, bali, sumatera..yg diadakan oleh univ.TRISAKTI pada tgl 24-26mei 2012.banyak sekali yang megikuti bahkan dari papua,kalimantanpun juga mengikutinya dan tidak mita duga, Mitalah yang menjadi juara 1nya..wOw ini pengalaman yg tak mngkin mita lupakan setelah itu mita di undang untuk menghisi acara di Gebyar keroncong TVRI Nas bersama sang diva keroncong indonesia yaitu Ibu Sundari Soekotjo dan masih ada kak lucky octavian,kak baby astheria, kak fitri carlina, &kak iin indriani...setelah itu mita mencoba mnengikuti lomba pop kembali yatu karya cipta SBY alhamdulillah mita bis mendapat juara 3 walaupun mita belum bisa meraih juara 1 mita teap bangga karena disaksikan lanmgsssung oleh putra Bapak presiden RI SBY yaitu Edhy Baskoro Yudhoyono dan para mentri demokrat dr Jakarta termasuk bapak Andi Malarangeng, selain itu mitam juga bertemu dengan kakak2 Lyla band yang sangat rama dan baik.. ini menjadi acuan untuk mita dan semangat untuk mita agar mita bisa menjadi seperti beliau-beliau..(Dian Mita Kurniasari )
"KR. HARAPANKU"
"KR. HARAPANKU"
Lagu / Syair : Safari / W.S. Nardi
Betapa
Angan hati merindu harapan
Kar'na jiwaku
Drangkum mimpi gelora cita
Siang malam s'lalu, mencari
Kumandang gema panggilan harapanku
Yang bermukim didalam mimpi
Yang menjelma rona cita
Betapa
Kurindukan rasa bahagia
Serta kemakmuran bersama
Bagi bangsa Indonesia
Lagu / Syair : Safari / W.S. Nardi
Betapa
Angan hati merindu harapan
Kar'na jiwaku
Drangkum mimpi gelora cita
Siang malam s'lalu, mencari
Kumandang gema panggilan harapanku
Yang bermukim didalam mimpi
Yang menjelma rona cita
Betapa
Kurindukan rasa bahagia
Serta kemakmuran bersama
Bagi bangsa Indonesia
Teks Keroncong Air Laut
Tinggi gunung
Kampunglah Melayu
Kain pelekat Nona manis dipinggir perigi
Ai sayang ibarat gurun dicabang cabanglah kayu sayang
Mau dipikat Nona manis terlalu tinggi
Air laut
Ombaknya pun biru
Kalau diturut Nona manis bisalah cemburu
Tinggi gunung
Terbangnya di alam
Terbang tinggi Nona manis jantunglah ke untung
Ai sayang hatilah bingun pikiran melayang layang sayang
Matanya hati nona manis badanku hancur
Air laut
Airnya pun biru
Sianglah dan malam Nona manis hatinyalah rindu
Kampunglah Melayu
Kain pelekat Nona manis dipinggir perigi
Ai sayang ibarat gurun dicabang cabanglah kayu sayang
Mau dipikat Nona manis terlalu tinggi
Air laut
Ombaknya pun biru
Kalau diturut Nona manis bisalah cemburu
Tinggi gunung
Terbangnya di alam
Terbang tinggi Nona manis jantunglah ke untung
Ai sayang hatilah bingun pikiran melayang layang sayang
Matanya hati nona manis badanku hancur
Air laut
Airnya pun biru
Sianglah dan malam Nona manis hatinyalah rindu
R.soetedjo poerwodibroto
Buat sahabat yang bermukim di wilayah Kabupaten Banyumas tentu tidak asing dengan nama R. Soetedja Poerwodibroto. Apalagi jika sahabat mendengarkan lagu yang berjudul “Di Tepi Sungai Serayu”. Ya, lagu bergenre keroncong tersebut merupakan ciptaan almarhum R. Soetedja, seniman dan komponis asli Banyumas. Selain dikenal sebagai seniman, tokoh yang lahir pada tanggal 15 Oktober 1909 ini juga dikenal sebagai salah satu pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto.
Sejatinya lagu gubahan R. Seotedjo tidak hanya lagu “Di Tepi Sungai Serayu” tapi masih banyak lagi. Namun sebagian besar karya beliau yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta musnah pada saat terjadi kebakaran tahun 1950-an. Maka, banyak gubahan beliau dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar.
Meski begitu, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lamers sempat meminjam beberapa partitur lagu-lagu gubahan beliau untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar 70 lagu sempat terselamatkan. Tapi, ratusan lagu lainnya binasa. Sayangnya justru partitur lagu-lagu lagendaris itulah yang ikut binasa. Lagu-lagu gubahan R. Soetedjo juga terkenal di Eropa terutama di Negara Belanda. Misalnya lagu “Als d'Orchide Bluijen” atau dalam bahasa Indonesia artinya “Ketika Anggrek Berbunga”. Konon, lagu tersebut diciptakan di negeri Belanda ketika R. Seotedjo dengan pacarnya yang berkebangsaan Belanda sedang berjalan-jalan di pasar bunga. Kemudian ada juga lagu terkenal lainnya seperti “Waarom Huil Je tot Nona Manies” atau “Mengapa Kau Menangis” diciptakan ketika R. Seotedjo berpisah dengan pacarnya, karena telah menyelesaikan studi di konservatori musik di Roma, Italia.
Di Indonesia, sebagian masyarakat hanya mengenal beberapa lagunya ciptaannya seperti “Tidurlah Intan” yang sempat menjadi closing song siaran bahasa Indonesia radio Australia, “Hamba Menyanyi,” “Mutiaraku”, “Kopral Jono” dan yang cukup terkenal adalah lagu“Di Tepinya Sungai Serayu. Untuk lagu “Kopral Jono” R. Soetedjo menggubahnya secara khusus untuk menyindir keponakannya yang berpangkat kopral, tapi terkesan bersifat play bloy. Sedangkan lagu “Tidurlah Intan” diciptakan untuk meninabobokan anaknya.
Masa Kecil R. Soetedja
Soetedja merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara putra Asisten Wedana Kebumen, Baturaden bernama R. Ibrahim Purwadibrata. Menginjak umur satu tahun, Soetedjo kecil dijadikan anak angkat oleh seorang pengusaha besar perkebunan di Purworejo Klampok Banjarnegara, bernama R. Soemandar, yang merupakan kakak kandung ayahnya.
Konon Soetedja kecil suka memukul-mukul perangkat untuk memasak di dapur ibunya. Suara-suara yang ditimbulkan dari perangkat untuk memasak itu sangat mengganggu ayahnya. Meski begitu, sang ayah sempat menangkap bakat musik Soetedja kecil.
Membaca bakat yang luar biasa pada diri Soetedjo kecil, ayahnya membelikan biola Stadivarius Paganini pada saat berdagang di Eropa. Soetedja kecil sangat gembira, dan tidak lagi menciptakan bunyi-bunyian perkusi dari perangkat dapur milik ibunya. Di kemudian hari, Soetedja kecil mendapat hadiah instrumen musik berikutnya, berupa piano.
Kebetulan, pada saat mengenyam pendidikan AMS (SMA jaman Belanda) di Bandung, R. Soetedjongekost di rumah seorang guru piano berkebangsaan Belanda. Berkat gurunya itulah R. Soetedjo menjadi ahli bermain piano.
Setelah lulus sekolah AMS, R. Soemandar, ayah angkatnya, memberi dua pilihan studi di Eropa, yaitu hukum dan kedokteran. Tapi R. Soetedjo lebih memilih jurusan musik daripada kedokteran dan hukum. Betapa kecewanya sang ayah karena sang anak lebih memilih studi musik. Karena keinginannya diabaiakan, ayahnya berpura-pura menggertak mengusirnya. Namun Soetedja benar-benar minggat. Dia pergi ke Kalimantan, dan mengabdi pada keluarga Sultan Hamid di Kutai Borneo.
Beberapa tahun mengabdi pada keluarga SUlatan Hamid, Soetedja muda dipanggil pulang ke Purworejo Klampok. Dia diizinkan bersekolah di konservatori musik Roma Itali. Sebelum berangkat Roma, ayahndanya mengajak anak tersayangnya itu menyusuri daerah sepanjang aliran sungai Serayu dari Klampok sampai Gambarsari. Untuk memamerkan perkebunan serehnya di daerah Kanding dan Kemawi yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Somagede. Suasana sungai Serayu inilah yang telah menginspirasikan dirinya menciptakan lagu legendaris “Di Tepinya Sungai Serayu.”
Dikemudian hari, Soetedja dikenal sebagai pendiri Orkes Studio Jakarta, yang merupakan orkes simphony pertama di Indonesia. Tapi sayang, Orkes Simphony Jakarta ditinggalkan, karena beliau diangkat sebagai Direktur Korp Musik Angkatan Udara. Sedangkan untuk mengisi acara-acara di RRI beliau menggunakan Orkes Melati yang melantunkan irama musik barat yang dikeroncongkan.
Pada tanggal 14 Maret 1970, Bupati Banyumas Soekarno Agung meresmikan nama Soetedja sebagai nama gedung kesenian kebanggan masyarakat Banyumas yang terletak di samping Pasar Manis Purwokerto itu, sebagai bentuk penghargaan kepada R. Soetedjo yang telah mengharumkan nama Banyumas.
Komponis legendaris kelahiran Banyumas itu wafat pada tanggal 12 April 1960 ketika usianya mencapai 51 tahun. Beliau meninggalkan seorang istri dan sembilan putra. Jasad beliau dimakamkan di pemakaman Karet Jakarta. Untuk mengingatkan bahwa beliau pernah memimpin misi kesenian Indonesia ke India, maka putra bungsunya yang lahir pada saat beliau berada di India diberi nama Krisno Indiarto
http://embudsays.blogspot.com/
.
Bram Titaley (Bram Aceh)
Bram Titaley, atau dikenal sebagai Bram Aceh, (lahir di Banda Aceh, 4 Maret 1913 – meninggal di Jakarta, 8 Mei 2001 pada umur 88 tahun) adalah penyanyi keroncong Indonesia. Ia dikenal sebagai "Si Buaya Keroncong" dan "Bapak Keroncong Indonesia".
Pada tahun 1955 ia keluar sebagai juara I Keroncong Jakarta Raya, dan pada tahun 1980 menjadi juara Keroncong Tempo Doeloe se-Jabotabek. Sejak 1981 ia memimpin group hawaian yang ia dirikan bernama Anggrek Nusantara, mengadakan pertunjukan-pertunjukan untuk umum, antara lain Pasar seni, Marina dan Putri Duyung, semuanya di Taman Impian Jaya Ancol, juga di Orchid Palace Hotel dan beberapa hotel besar lainnya di Jakarta. Dua tahun berturut-turut (1981-1982) ia menyanyi di Pasar Malam Tong Tong di Den Haag (Belanda) yang diselenggarakan orang-orang keturunan Indonesia. Darinya kita mengenal nama-nama Harvey Malaiholo, Irma June dan Glenn Fredly, yang merupakan cucu-cucu yang mengikuti jejaknya di dunia musik.
Lahir 4 Maret 1913
Bendera Indonesia Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Meninggal 8 Mei 2001 (umur 88)
Bendera Indonesia Jakarta, Indonesia
Pekerjaan Penyanyi
Orang tua Paulus Titaley, Vientje
Tuti Maryati
Tuti Maryati (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Oktober 1956; umur 58 tahun) adalah penyanyi keroncong Indonesia. Belakangan dikenal sebagai Tuti Tri Sedya.
Lahir di Makasar, Sulawesi Selatan, 8 Oktober 1956. Masa remajanya di habiskan di tanah sunda. Pendidikannya di tempuh di SMA Negeri 9 Bandung. Setelah tamat kuliah di ASMI, Jakarta, dan tercatat sebagai lulusan terbaik program ekstension tahun 1977, ia kembali melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum UPN Veteran, Jakarta.
Sebagai individu yang multi-bakat, menjadikan Tuti Maryati memiliki banyak aktivitas dan prestasi. Sewaktu masih berstatus sebagai pelajar pada tahun 1974, ia pernah menjadi salah satu anggota Paskibra di Pasukan 8, sebagai pemegang duplikat Bendera Pusaka. Pada tahun 1975, ia terpilih dalam pertukaran pelajar pada ‘Indonesia-Canada World Youth Exchange Program’. Serta masih banyak lagi prestasi yang ia torehkan.
Dalam dunia tarik suara, namanya mulai dikenal sejak mendapat gelar juara I Bintang Radio dan Televisi (BRTV) tahun 1986 untuk jenis keroncong. Setelah sebelumnya sempat juga menyabet gelar juara I lomba keroncong Antar Kotama TNI-AL Se-Jakarta II dan II pada tahun 1983. “Saya tak pernah belajar menyanyi keroncong. Saya hanya belajar dari mendengar cara menyanyi Ibu Waldjinah atau Mbak Sundari. Saya suka mereka” ujarnya.
Tahun 1988, Tuti menjadi penyanyi di Istana Negara, yang menyanyi di depan para tamu Negara. “Keroncong itu kuncinya di kelembutan. Itu mungkin yang membuat orang bilang keroncong bikin kantuk. Yang benar keroncong itu menenangkan jiwa” katanya. “Sebenarnya yang bikin kantuk itu packaging, cara pengemasan tampilan keroncong. Saya ingin tunjukan bahwa keroncong itu tak bikin kantuk” tambahnya, yang dulu sempat populer dengan nama Tuti Tri Sedya. Sempat menjadi pembawa acara, penyanyi sekaligus koordinator acara dalam ‘Gebyar Keroncong, yang di tayangkan TVRI.
Bersama rombongan kesenian Indonesia, ia beberapa kali ikut berkeliling ke belasan negara. Ia juga mendirikan Warung Keroncong Gaul (WKG) yang didirikan dengan tujuan sebagai media berkumpulnya insan pecinta keroncong serta sebagai ajang bagi para penyanyi keroncong muda yang ingin menjajal suaranya dan di nikmati pengunjung yang datang di warung tersebut. Dari sanggar tersebut sudah lahir beberapa penyanyi keroncong muda yang telah pula masuk dapur rekaman, seperti Sriyono, seorang tuna netra bersuara emas. Selain disibukkan dengan aktivitas berkeroncong, Tuti Maryati juga bekerja sebagai Master of Ceremony (MC).
Menikah dengan Tri Sedya pada tahun 1977. Namun keduanya bercerai pada tahun 2005. dari pernikahannya ia di karuniai 7 orang anak.
Nama lahir Tuti Maryati
Lahir 08 Oktober 1956 (umur 58)
Bendera Indonesia Makassar,Indonesia
Jenis musik keroncong, langgam Sunda, pop, bossas
Pekerjaan penyanyi
Tahun aktif 1986 - sekarang
Perusahaan rekaman Gema Nada Pertiwi
Pasangan Tri Sedya
Anak Romandina Patrianingrum
Romano Bhaktinegara
Bimo Sarwono
Fransisca Mila
Bobby Sarwono
Mira Agustin Fiorina
Adjeng Sarwon
Langganan:
Postingan (Atom)